Rabu, 16 Desember 2015

AIR TERJUN LUBUAK BULAN (Partial)

Lokasi : Jorong (desa) Koto Tinggi, Kanagarian (kec) Mungka, Kab Lima Puluh Kota.
Jenis : Air Terjun
Track : Ringan saat kering, Berat saat basah
Koordinat : 100°,36',4.02" BT dan 0°,2',11.34" LS

Yang berbeda dari air terjun ini adalah tidak mempunyai aliran, air yang jatuh hilang diantara celah-celah babatuan besar, hanya ada sedikit genangan dibawahnya sehingga tidak cukup untuk dijadiin kolam renang.
Struktur bebatuan di sekitar air terjun ini juga unik, terdapat rongga batu yang sangat besar dibelakangnya dan posisi air terjun yang berada dibawah permukaan tanah sehingga tidak terlihat sampai kita turun kebawah.
Air terjun ini sangat terkenal dengan rutenya yg sangat menantang, karena banyak cerita tentang penderitaan orang-orang yang mendatanginya, namun tidak ada terdengar penyesalan setelah mereka sampai di lokasi.

Ada dua rute yang dapat dilalui menuju lokasi :

Pertama dan saya rekomendasikan adalah melewati jalan lintas Bukittingg-Pekanbaru. Dari arah bukittingi setelah melewati Kelok Sembilan akan sampai di daerah Ulu Aia, dari sini (sekitar 800 mtr sebelum RM. Yanti Group lama) kita berbelok ke kiri (satu-satunya pertigaan di daerah Ulu Aia) menuju daerah Koto Tinggi Kubang Balambak.

Rute kedua dari kota Payakumbuh ke daerah Mungka, menuju nagari Simpang Kapuak, dan terus ke daerah Koto Tinggi Kubang Balambak.

Hari itu Sabtu 14 Februari 2015, setelah meyakinkan diri untuk berangkat seorang diri melalui medan yang terkenal berat dan menembus hutan-hutan bukit barisan menuju lokasi air terjun, perjalanan pun dimulaii.

Sebenarnya ada dua air terjun yang ingin saya kunjungi hari itu, pertama air terjun Sarasah Tanggo didaerah Sarilamak (Payakumbuh), dan air Terjun Lubuak Bulan di daerah Mungka. Air terjun pertama saya capai sekitar jam 10 dan sekitar jam 11 siang sepeda motor pun saya pacu ketujuan berikutnya Air Terjun Lubuak Bulan dengan banyak cerita mendebarkan tentangnya.

Kandang ayam diatas kolam banyak ditemukan disepanjang perjalanan dan sudah menjadi ciri khas daerah tersebut. Jam 12 siang saya sudah sampai di daerah Simpang Kapuak dengan pemandangan persawahan diantara celah-celah perbukitan dan perumahan penduduk di kiri-kanan jalan yang berliku-liku mengikuti sisi bawah bukit-bukit, sampai pada akhirnya jalan pun harus menanjak naik keatas bukit. Sebelumnya saya berhenti sebentar diwarung terakhir untuk membeli sedikit bekal makanan karena saya yakin setelah itu tidak akan ada lagi ditemukan makanan layak untuk manusia modern.

Tanjakan suram tak habis-habis, jika berangkat berdua dengan satu sepeda motor satu orang harus siap-siap untuk jalan kaki naik melewati jalan ini. Beruntung jalannya sudah disemen sehingga tidak begitu lama kita sudah langsung berada diatas ketinggian dan perumahan penduduk sudah terlihat jauh dibawah sana.




Sempat kaget juga rupanya ada penjual bakwan diatas sana... Ternyata mereka berjualan karena beberapan bulan belakangan air terjun tersebut sedang booming dan banyak pengunjung yang datang. Setelah singgah dan ngobrol-ngobrol cukup lama perjalanan saya lanjutkan.

Kembali menaiki tanjakan tajam, namun tidak begitu jauh jalanan sudah mulai rata walau masih terdapat jalanan  naik turun mengikuti kontur permukaan yg perbukitan. Dari sini sering terlihat bentangan bukit bariasan sejauh mata memandang kearah provinsi tetangga.



Cukup unik, ada jalan lebar ditengah hutan. Tapi sayangnya masih aspal kembang. Sangat beruntung timing saya datang kesini karena sudah delapan hari hujan tidak turun. Namun begitu saya masih sering kesulitan memilih jalan yg kering agar tidak terpuruk. Ternyata inilah rute yang mereka sebut-sebut di media sosial dimana banyak teman-teman yang tepekik-pekik melalui jalan ini. Bisa dibayangkan kalau seandainya hujan turun baru kemaren, pasti saya akan kembali bernostalgia ke masa kecil dulu, bermain lumpur dimana cuma mata sama gigi saja yang tidak bergelimang.

Setelah cukup lama menelusuri jalan ini sampailah saya dipertigaan, disana terdapat sebuat pondok jaga dimana disinilah motor harus diparkir, karena perjalanan akan dilanjutkan dengan menyusuri jalan setapak kedalam hutan. Berbekal informasi dari pondok jaga (yg agak mengkhawatirkan saya tersesat) bahwa jika ditemukan jalan bersimpang di dalam sana ambillah jalan ke kiri, ku yakinkan diri untuk masuk tanpa pemandu.

Hutan yang sudah tidak perawan lagi dimana didalamnya terdapat kebun-kebun gambir membuat mata cukup lepas memandang. Setelah cukup jauh masuk telingaku mulai sensitif sekali mendengarkan bunyi duru-desir apa saja, apakah tempat yang saya tuju telah dekat atau saya memang sudah nyasar dari tujuan.

Benar saja tidak lama kemudian sebuah bunyi menderu mulai terdengar di kejauhan, langkahku semakain bersemangat tak sabaran, semakin lama semakin jelas bergemuruh. Terdapat beberapa jalan setapak kearah bunyi gemuruh, tapi tiap kulalui cuma berakhir di tepi tebing atau jurang, dimana sumber suara berada dibawah sana tertutup oleh rimbunnya pepohonan.

Setelah memperhatikan alam sekeliling dapat disimpulkan bahwa jalan untuk turun kebawah harus memutar. Saya pun kembali kejalur awal dan mengikutinya kembali. Syukurlah walau agak menjauh namun sesuai prediksi jalanan memutar dan sampailah sebuah penurunan yang digerbangi dengan bebatuan besar, lalu saya turun dan seperti biasa saya pun terdiam dengan mulut mengangaaa....

Air terjun bak salendang putih besar terjulur kedasar cekungan besar lembah. Bebatuan besar, lumut dan akar pohon yang menggelantung menghiasi tempat itu. Sinar matahari yang tidak maksimal sebab tertahan oleh pohon-pohon diatas sana membuat sebagian tempat meremang dan gelap. Rongga-rongga besar bebatuan terlihat seperti mulut goa membuat saya berfikir apakah ada sesuatu didalam tempat yang gelap ini... Sebelum merinding saya paksa melupakan perasaan itu dan turus turun kebawah.

Memungut beberapa kerikil dan tentu saja cekrek-cekrek itu adalah hal yang wajib saya lakukan ditempat-tempat seperti itu. Sempat jantung saya hampir copot pada saat asiknya photo-photo tiba-tiba saja ada sosok makhluk berada didekat saya. Yaa...memang orang sebenarnya, sepasang suami istri muda yang datang dan tidak saya sadari karena gemuruh air terjun memenuhi telinga membuat saya kaget setengah mati, sebab sedari tadi saya sudah merasa was-was.








Matahari semakin turun, hari semakin sore dan waktu saya pun sudah habis. Mengingat akan melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru saya pun bergegas meninggalkan potongan surga yang sedikit seram itu.

Setelah mengambil motor perjalanan saya lanjutkan dengan meneruskan jalan tanah dimana dimana berdasarkan photo satelit Google Eart jalan tersebut akan sampai ke jalan lintas Sumbar-Riau, tepatnya di daerah Ulu Aia atau setelah Kolok Sambilan kalau kita dari arah Bukittinggi. Tidak begitu jauh perjalanan saya sempat kaget lagi melihat ada juga perkampungan didalam sini, bisa-bisanya tempat sejauh ini ditengah-tengah hutan bukit barisan ada juga perkampungan lengkap dengan kantor kepala desanya, Jorong Koto Tinggi, waduh... Sesuai namanya tempat itu memang berada di dataran yg tinggi..

Semakin lama jalan semakin agak membaik, saya pun sampai di tempat yang sangat indah menurut saya. Berlatar bukit-bukit, sawah-sawah dan rumah penduduk menyatu dengan alam. Setelah cukup jauh kali ini jalannya berubah sangat menggembirakan, jalan tanah berganti aspal mulus.. Sepertinya baru dan sedang poses pengaspalan. Terimakasih kepada pemerintah daerah yang tidak melupakan tempat yang jauh ini. Hari sudah gelap setelah puas dengan jalan berliku dan turunan-turunan yang nipisin kanvas akhirnya saya sampai di jalan besar, jalan lintas Sumbar-Riau dengan selamat.
Dengan penuh syukur dan tenaga yg tersisa perjalanan malam menuju kota Pekanbaru pun dilanjutkan.....